2d 27

    Release time:2024-10-07 22:00:59    source:topi di erek erek   

2d 27,garam 4d,2d 27

1. Deflasi empat bulan beruntun menandakan daya beli melemah termasuk ke sektor konsumer
2. PMI Manufaktur Indonesia yang turun juga menjadi tantangan bagi sektor konsumer
3. Dua emiten konsumer milik grup Salim pun harus mencatatkan penurunan laba bersih sepanjang semester I 2024

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia kini terancam turun di bawah 5% karena ancaman pelemahan daya beli masyarakat dan penurunan kinerja di industri manufaktur. Pelemahan kedua indikator ekonomi tersebut dapat berdampak buruk terhadap sektor konsumer.

Kinerja Saham-Saham Konsumer

CNBC Indonesia Research, merangkum lima kinerja keuangan perusahaan di sektor konsumer di sepanjang semester I 2024.

Baca:
Pasar Optimis Suku Bunga Turun, Harga Emas Bertahan di Atas US$ 2.500!

Dalam lima emiten di sektor konsumer, semuanya kompak mencatatkan pertumbuhan penjualan di sepanjang semester I 2024, meskipun pertumbuhannya tidak begitu signifikan. Margin lima emiten di sektor konsumer tersebut tercatat rata-rata berada di angka 30%.

Meskipun kelima emiten tersebut memiliki margin yang cukup baik, namun belum mampu menopang laba bersih pada sebagian emiten di atas.

Tercatat kedua emiten milik konglomerat grup Salim yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) justru mencatatkan penurunan laba bersih di sepanjang semester I 2024.

Deflasi yang terjadi dalam empat bulan beruntun sejak Mei 2024, yang menunjukkan daya beli melemah, tercermin pada hasil laba bersih saham-saham consumer milik grup Salim.

Selain itu, peningkatan pada beban keuangan ICBP dan INDF yang signifikan pada semester I 2024 mendorong penurunan laba bersih masing-masing perseroan.

Baca:
AP I & II Merger, InJourney Bidik Pendapatan Tembus Rp 20,3 Triliun

Tercatat beban keuangan ICBP per Juni 2024 sebesar Rp3,85 triliun, naik dibandingkan per Juni 2023 sebesar Rp989,31 miliar. Begitu juga dengan beban keuangan INDF per Juni 2024 sebesar Rp5,16 triliun, naik dibandingkan per Juni 2023 sebesar Rp1,64 triliun.

Adapun, pergerakan harga saham consumer yang belum naik signifikan. Bahkan salah satu diantaranya masih mencatatkan penurunan harga saham sepanjang 2024.

Tantangan Sektor Konsumer: Deflasi & Kinerja Manufaktur Kontraksi

Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami deflasi sebesar 0,03% secara bulanan (mtm) pada Agustus 2024. Secara tahunan (yoy), IHK masih naik atau mengalami inflasi sebesar 2,12% pada Agustus 2024 atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat 2,13%.

Deflasi ini dipicu oleh penurunan harga pangan bergejolak antara lain bawang merah, daging ayam ras, tomat dan telur ayam ras. Deflasi berturut-turut semakin menegaskan sinyal pelemahan daya beli masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak stabil.

Ini merupakan deflasi dalam 4 bulan beruntun sejak Mei 2024 dan pertama kali terjadi sejak 1999 atau 25 tahun terakhir. Artinya, selama era reformasi baru kali ini Indonesia mengalami deflasi empat bulan beruntun. Indonesia sebelumnya pernah mengalami deflasi beruntun pada 1999, 2008 dan 2020.

Sebagai pembanding, pada 1999 deflasi pernah terjadi dalam delapan bulan beruntun yakni pada Maret hingga Oktober 1999. Kondisi perekonomian saat itu memang sedang carut-marut akibat krisis ekonomi tahun 1997-1998.

Untuk data Agustus 2024, penyumbang deflasi terbesar adalah makanan, minuman dan tembakau dengan deflasi 0,52% dan andil deflasi 0,15%.

Secara historis, IHK Indonesia lebih kerap mencatat inflasi dibandingkan deflasi. Catatan deflasi biasanya hanya terjadi sebulan kemudian diikuti dengan inflasi pada bulan berikutnya.

Deflasi juga cuma terjadi pada periode-periode tertentu seperti pasca Lebaran Idul Fitri. Dengan berdasar catatan historis itu pula maka deflasi dua bulan, tiga bulan, apalagi empat bulan beruntun adalah hal yang sangat langka. Kondisi anomali deflasi tiga bulan beruntun hanya terjadi tiga kali selama 38 tahun terakhir yakni pada 1999, 2020, dan tahun ini.

Deflasi empat bulan berturut-turut dalam sejarah panjang Indonesia hanya terjadi dua kali dalam kurun waktu 45 tahun (1979-2024) yakni pada 1999 dan tahun ini. Anomali besar ini jelas memunculkan tanda tanya.

Sederet emiten dalam sektor consumer goods pun bisa kena dampaknya dari dampak deflasi yang menurunkan daya beli masyarakat.

Sebagai konsumen yang terdampak, mereka akan cenderung mengalihkan opsi pada barang yang lebih murah atau mengurangi konsumsi. Alhasil, perusahaan di sektor konsumer terancam kena dampak pada potensi penurunan penjualan.

Deflasi RI yang terjadi dalam empat bulan beruntun sejak Mei 2024, seiring dengan terus anjloknya angka PMI Manufaktur RI yang menandakan aktivitas ekonomi domestik tengah melemah.

S&P Global merilis, Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur RI di bulan Agustus mengalami kontraksi. Data yang dirilis Senin (2/9/2024) itu menunjukkan, PMI manufaktur RI bulan Agustus jatuh ke level 48,9.

Jika berada di level di bawah 50, artinya aktivitas manufaktur RI sedang mengalami kontraksi. Dan jika di atas 50 berarti masuk level ekspansif.

Kontraksi PMI manufaktur RI di bulan Agustus 2024 ini lebih dalam dari posisi di bulan Juli 2024. Saat itu, PMI manufaktur RI anjlok ke level 49,3 dari posisi Juni 2024 di level 50,7.

Terpantau, sejak awal tahun 2024, PMI manufaktur RI terus turun sejak Maret 2024. Level PMI di bulan Agustus 2024 ini adalah posisi terendah sejak Agustus 2021.

Menurut S&P Global, kontraksi PMI manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 dipengaruhi oleh penurunan output dan dan permintaan baru yang paling tajam sejak Agustus 2021. Permintaan asing juga turun semakin cepat ke level terendah sejak Januari 2023.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, melemahnya manufaktur RI karena kebijakan antara kementerian dan lembaga yang belum sejalan. Juga, imbuh dia, pabrik-pabrik mengalami penurunan penjualan karena serbuan barang impor murah.

"Sekali lagi kami tidak kaget dengan kontraksi lebih dalam industri manufaktur Indonesia. Penurunan nilai PMI manufaktur bulan Agustus 2024 terjadi akibat belum ada kebijakan signifikan dari Kementerian/Lembaga lain yang mampu meningkatkan kinerja industri manufaktur," katanya dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (3/9/2024).

Baca:
Wall Street Menghijau Vs Kabar Genting China, IHSG - Rupiah Aman?

Agus mengutip S&P Global yang juga menyebutkan ada pelemahan penjualan yang menyebabkan peningkatan stok barang jadi selama dua bulan berjalan.

"Melemahnya penjualan dipengaruhi oleh masuknya barang impor murah dalam jumlah besar ke pasar dalam negeri terutama sejak bulan Mei 2024," ujarnya.

"Adanya barang impor murah membuat masyarakat lebih memilih produk-produk tersebut dengan alasan ekonomis. Hal ini dapat menyebabkan industri di dalam negeri semakin menurun penjualan produksinya, serta utilisasi mesin produksinya," jelas Agus.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menambahkan, ada tanda-tanda pelaku industri di dalam negeri tengah menunggu dan memantau kebijakan yang akan diterapkan pemerintah.

"Hal ini dapat berpengaruh pada perlambatan ekspansi pada subsektor industri. Misalnya, pada industri makanan dan minuman, para pelaku usaha nampak menahan diri dengan adanya rencana pemberlakuan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan," sebut Febri.

Sebelumnya, Febri juga mengumumkan hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Agustus 2024 pada pada Jumat (30/8/2024) lalu.

IKI bulan Agustus 2024 bertahan ekspansi di 52,4 dari posisi bulan Juli 2024. Namun, lebih rendah 0,82 poin dibandingkan IKI Agustus 2023 yang tercatat mencapai mencapai 53,22.

Dengan deflasi beruntun, PMI Manufaktur yang anjlok, hingga Indeks Kepercayaan Industri (IKK) lebih rendah, maka hal ini menunjukkan tingkat konsumsi masyarakat menurun dan dapat berakibat pada penurunan kinerja perusahaan yang ada di Indonesia, salah satunya perusahaan di sektor konsumer.


Sanggahan:Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(saw/saw) Saksikan video di bawah ini:

Prabowo: Hilirisasi Mutlak, Tidak Bisa Ditawar!

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">