jitu 100 link alternatif

    Release time:2024-10-07 22:16:40    source:sexi togel   

jitu 100 link alternatif,data keluar japan 2023,jitu 100 link alternatifJakarta, CNN Indonesia--

Petahana Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, kembali memenangkan pilpres dengan 51,2 persen suara pada Minggu (28/7).

Menurut Komisi Pemilihan Umum Venezuela, Maduro berhasil mengalahkan oposisi Edmundo Gonzalez Urrutia yang mendapatkan 44,2 persen suara dalam pemilu tersebut.

Lihat Juga :
Oposisi Netanyahu di Israel Cap Erdogan Berbahaya bagi Timteng

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menanggapi kemenangan Maduro, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken langsung menyatakan "kekhawatiran serius" bahwa hasil pemilu ini tidak benar-benar mencerminkan keinginan warga Venezuela.

Sejak 2013, Maduro telah memimpin negara yang dulunya kaya raya ini, hingga mengalami penurunan PDB hingga 80 persen dalam satu dekade. Kondisi ini mendorong lebih dari tujuh juta warga Venezuela memilih untuk beremigrasi.

Pilihan Redaksi
  • Erdogan Isyaratkan Kirim Pasukan Turki ke Israel, Tel Aviv Ancam Balik
  • Bos Mossad di Roma, Mau Bahas Gencatan Senjata di Gaza?
  • Kim Jong Un Mau Jual Hak Kelola Hotel di Korut buat Judi Kasino

Maduro juga dituduh memenjarakan para kritikus hingga oposisi di pemerintahan.

Akhir pekan lalu, sebuah lembaga non-pemerintah mengatakan pemerintah Venezuela menahan 305 tahanan politik dan menangkap 135 orang yang terkait dengan kampanye oposisi sejak Januari lalu.

Sementara itu, pilpres Venezuela yang digelar akhir pekan lalu ini juga disebut hasil dari kesepakatan yang dimediasi tahun lalu, antara pemerintah dan oposisi.

Kesepakatan pemilu ini menyebabkan AS sementara waktu meringankan sanksi yang dijatuhkan ke Venezuela, setelah Maduro terpilih kembali pada 2018. Namun sanksi itu dicabut kembali setelah Maduro mengingkari persyaratan yang disepakati.

Kondisi ekonomi di negara Amerika Selatan ini juga menjadi salah satu sumber utama tekanan migrasi di perbatasan AS. Pemerintah menyalahkan sanksi internasional, namun para pengamat juga menuding korupsi dan inefisiensi dalam tubuh pemerintah.



(dna)